Senin, 30 November 2015

Aturan Pajak Bagi UMKM Akan Dikaji Ulang



Pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) sebesar 1 persen yang telah diberlakukan sejak 1 juli 2013 akan dikaji ulang oleh Komite Pengawas Perpajakan. Pasalnya, banyak pelaku UKM yang merasa dirugikan. Utamanya usaha yang bergerak di bidang distributor dan jasa.
"Banyak keluhan dan komplain dari UKM," kata Ketua Komite Pengawas Perpajakan Daeng M Nazier saat Sosialisasi Peran dan Tugas Komite Pengawas Perpajakan kepada ratusan pengusaha di Hotel Aston, Makassar, Senin, 16 Desember 2013. 

Menurut Daeng, Komite Pengawas Perpajakan sering menerima keluhan dari wajib pajak tentang ketidakadilan, ketidakpastian, dan keterlambatan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan. Ada juga pengaduan terkait sistem, prosedur, kebijakan, dan ketentuan perpajakan yang berlaku. "Semua ketentuan perpajakan yang tidak efektif dan kurang memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan akan disampaikan ke Menteri Keuangan," kata Daeng. 

Dia mengatakan, selama 2013 Komite Pengawas Perpajakan menerima 35 pengaduan. Baik laporan terkait kinerja direktorat jenderal pajak, direktorat jenderal bea cukai, dan instansi perpajakan lainnya. "Berdasarkan materinya, hampir 50 persen keluhan terkait prosedur perpajakan. Menyusul kode etik dan peraturan lainnya," kata Daeng.
Ketua Asosiasi Ekspedisi Pesawat Udara Bandara Udara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Mursalim, mengatakan setuju jika pemerintah mengevaluasi kebijakan pajak bagi usaha jasa. Karena dalam melakukan kegiatan, usaha jasa tidak memperoleh pendapatan dari harga pokok, tetapi dari komisi. Akan tetapi, petugas pajak selalu menggunakan patokan harga pokok dalam menghitung pajak. 

"Contohnya harga barang Rp 1 juta dan keuntungan pengusaha hanya Rp 70 ribu. Yang dijadikan perhitungan adalah yang Rp 1 juta," kata Mursalim.
Untuk kegiatan ekspor, pemerintah tidak mengenakan pajak penghasilan, tapi jasa pergudangan dikenakan pajak. Tarifnya pun menggunakan mata uang dolar yang kemudian dikonversi ke rupiah. "Kami minta aturannya dibuat lebih terperinci sehingga tidak merugikan pengusaha," kata Mursalim.
Ketua Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Makassar M Khaidir Kemme mengatakan, aturan pengenaan Pph 1 persen untuk UKM ini menguntungkan sejumlah pengusaha. Namun, ada juga yang merasa dirugikan. Sebab, ada yang pajaknya tinggi ada juga yang rendah. Kalau pengusaha dengan omset Rp 4 miliar tapi hanya sebagai distributor tentu rugi. Karena lebih banyak pajak yang harus dibayarkan ketimbang pernghasilan per bulan. "Aturan ini memang terlalu dipaksakan," kata Khaidir. 

Dia menyarankan pemerintah untuk menyiapkan sosialiasi yang panjang. Materi yang dikenakan pajak juga bukan penghasilan kotornya, tapi penghasilan bersih. "Kami sudah sarankan aturan ini ditunda dulu sampai 1 Januari 2014, tapi pemerintah tidak sabar," kata Khaidir.
Khaidir menambahkan, selama tahun 2013 ini ada empat kasus yang ditangani terkait sengketa nilai pajak antara wajib pajak dan petugas pajak. Semuanya sudah masuk ke pengadilan pajak. Contoh kasusnya wajib pajak melaporkan jumlah pajak 100, tapi oleh petugas pajak dihitung naik menjadi 130. "Tidak rasional," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar