Pemberlakuan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan
bagi Usaha Kecil Menengah (UKM) sebesar 1 persen yang telah
diberlakukan sejak 1 juli 2013 akan dikaji ulang oleh Komite Pengawas
Perpajakan. Pasalnya, banyak pelaku UKM yang merasa dirugikan. Utamanya
usaha yang bergerak di bidang distributor dan jasa.
"Banyak
keluhan dan komplain dari UKM," kata Ketua Komite Pengawas Perpajakan
Daeng M Nazier saat Sosialisasi Peran dan Tugas Komite Pengawas
Perpajakan kepada ratusan pengusaha di Hotel Aston, Makassar, Senin, 16
Desember 2013.
Menurut Daeng, Komite Pengawas Perpajakan sering
menerima keluhan dari wajib pajak tentang ketidakadilan, ketidakpastian,
dan keterlambatan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan. Ada
juga pengaduan terkait sistem, prosedur, kebijakan, dan ketentuan
perpajakan yang berlaku. "Semua ketentuan perpajakan yang tidak efektif
dan kurang memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakan akan disampaikan ke Menteri Keuangan," kata
Daeng.
Dia mengatakan, selama 2013 Komite Pengawas Perpajakan
menerima 35 pengaduan. Baik laporan terkait kinerja direktorat jenderal
pajak, direktorat jenderal bea cukai, dan instansi perpajakan lainnya.
"Berdasarkan materinya, hampir 50 persen keluhan terkait prosedur
perpajakan. Menyusul kode etik dan peraturan lainnya," kata Daeng.
Ketua
Asosiasi Ekspedisi Pesawat Udara Bandara Udara Internasional Sultan
Hasanuddin Makassar, Mursalim, mengatakan setuju jika pemerintah
mengevaluasi kebijakan pajak bagi usaha jasa. Karena dalam melakukan
kegiatan, usaha jasa tidak memperoleh pendapatan dari harga pokok,
tetapi dari komisi. Akan tetapi, petugas pajak selalu menggunakan
patokan harga pokok dalam menghitung pajak.
"Contohnya harga
barang Rp 1 juta dan keuntungan pengusaha hanya Rp 70 ribu. Yang
dijadikan perhitungan adalah yang Rp 1 juta," kata Mursalim.
Untuk
kegiatan ekspor, pemerintah tidak mengenakan pajak penghasilan, tapi
jasa pergudangan dikenakan pajak. Tarifnya pun menggunakan mata uang
dolar yang kemudian dikonversi ke rupiah. "Kami minta aturannya dibuat
lebih terperinci sehingga tidak merugikan pengusaha," kata Mursalim.
Ketua
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia Makassar M Khaidir Kemme mengatakan,
aturan pengenaan Pph 1 persen untuk UKM ini menguntungkan sejumlah
pengusaha. Namun, ada juga yang merasa dirugikan. Sebab, ada yang
pajaknya tinggi ada juga yang rendah. Kalau pengusaha dengan omset Rp 4
miliar tapi hanya sebagai distributor tentu rugi. Karena lebih banyak
pajak yang harus dibayarkan ketimbang pernghasilan per bulan. "Aturan
ini memang terlalu dipaksakan," kata Khaidir.
Dia menyarankan
pemerintah untuk menyiapkan sosialiasi yang panjang. Materi yang
dikenakan pajak juga bukan penghasilan kotornya, tapi penghasilan
bersih. "Kami sudah sarankan aturan ini ditunda dulu sampai 1 Januari
2014, tapi pemerintah tidak sabar," kata Khaidir.
Khaidir
menambahkan, selama tahun 2013 ini ada empat kasus yang ditangani
terkait sengketa nilai pajak antara wajib pajak dan petugas pajak.
Semuanya sudah masuk ke pengadilan pajak. Contoh kasusnya wajib pajak
melaporkan jumlah pajak 100, tapi oleh petugas pajak dihitung naik
menjadi 130. "Tidak rasional," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar